Minggu, 26 Mei 2013

Makalah BBTQ; Pengertian Qolqolah, Waqof, dan Ibtida'


BAB I PENDAHULUAN
Segala puji terpanjatkan kepada Allah SWT atas segala ni’mat dan anugrah, semoga kita senantiasa dalam lindunganNya, jua semoga selalu diberikan taufiq, hidayah, dan inayahNya.
Sholawat serta salam semoga selalu terhaturkan kepada Baginda Agung Muhammad SAW, Nabi akhir zaman, penerima dan penyampai wahyu al Qur’an yang menjadi pedoman umat Islam. Pula semoga sholawat dan salam tersebut terhaturkan kepada Keluarga, Sahabat-Sahabat Beliau, dan umat manusia yang selalu mengikuti jejak langkah Beliau hingga akhir kelak.
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara malaikat Jibril sebagai mu’jizat. Al-Qur’an adalah sumber ilmu bagi kaum muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal.
Juga Kitab yang ketika membacanya tidak boleh asal membaca, lantaran firmanNya:
“Bacalah al Qur’an dengan tartil yang optimal” QS al Muzammil: 4.
Bahkan menurut Sahabat Ali bin Abi Tholib, tartil di sini mempunyai arti “membaguskan bacaan huruf-huruf al Qur’an dan mengetahui hal ihwal mengenai waqof”.[1]
Maka dari itu, pemakalah bermaksud sedikit (menurut kadar kemampuan pemakalah) mempersembahkan pembahasan “Qolqolah, Waqof dan Ibtida’”, guna memperkaya wawasan kita perihal pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan bacaan al Qur’an.
Pada akhirnya, pemakalah kembali bersyukur kepada yang Maha Kuasa, Allah SWT atas segala ni’matnya, seraya berharap taufiq dan inayahNya.
Juga kami haturkan rasa terimakasih kepada Pendidik khususnya atas kesempatan ini dan kepada rekan-rekan semua. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan guna langkah evaluasi lebih lanjut.


BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian Qolqolah dan Aspek yang Menyertainya.

Qolqolah secara bahasa berarti memantul atau membal. Secara istilah ialah memantulkan atau mengucapkan huruf dengan cara mengembalkan kembali, sehingga terdengar seperti pantulan.[2]
Ringkas pemakalah qolqolah adalah suara yang mengagetkan sampai pada tahap mbendal kembali.
Jadi, qolqolah dalam ilmu tajwid adalah huruf ق ط ب ج د yang dalam membacanya harus disertai dengan bendalan-bendalan.
Cara membacanya harus disertai dengan tekanan, sehingga menimbulkan getaran.[3]
Qoloqlah dibagi menjadi dua, shughro dan kubro.
Qolqolah shughro adalah huruf qolqolah yang sukunnya asli, contoh: أدخلوا, فاجعل, من قبلكم, يطمع, يقبل.
Sedangkan qolqolah kubro adalah huruf qolqolah yang sukunnya baru, karena dibaca waqof atau karena berhenti, contoh: فى تباب, لن شديد, تبت يدا أبى لهب وتب[4]
Qolqolah apabila ditinjau berdasarkan kekuatan dan kejelasan suara pantulan huruf-huruf qolqolah, maka dapat dibagi ke dalam tiga (3) bagian:
1.       A’la (paling tinggi). Maksudnya paling kuat dan paling jelas suara pantulannya, hurufnya adalah Tho’.
2.       Ausath (Sedang). Maksudnya suara pantulannya bersifat sedang atau pertengahan, hurufnya adalah Jim.
3.       Adna (paling rendah). Maksudnya paling rendah suara pantulannya dibanding a’la dan ausath, huruf-hurufnya adalah Qof, Ba, dan Dal.
Kemudian bila ditinjau berdasarkan kekuatan dan kejelasan suara pantulan, dapat dibagi menjadi tiga (3) kondisi:
1.       Shaghir (kecil), yakni bila huruf qolqolah dalam keadaan bersukun di tengah kalimat dan bacaannyapun diwasholkan, seperti huruf Ba pada lafadz فبلك.
2.        Kabir (besar), yakni bila huruf qolqolah disukunkan di akhir kalimat dan bacaannyapun diwaqofkan, seperti huruf Ba pada lafadz عذاب.
3.       Akbar (paling besar), yakni bila huruf qolqolah dalam keadaan bertasydid di akhir bacaan yang diwaqofkan, seperti huruf Bad an Qof pada lafadz  بالحق dan وتب.[5]
 B.  Waqof dan Ibtida’
Di antara fase dan syarat agar pembaca al Qur’an dapat mencapai kualitas bacaan tartil optimal sebagaimana tuntutan ayat 4 surat al Muzammil; ورتل القرأن ترتيلا adalah mengetahui dan menguasai hal ihwal waqof.[6]
Waqof secara bahasa berarti mencegah (الكف). Sedang menurut isltilah hokum tajwid, waqof adalah memutus suara ketika berada di akhir kalimat sekiranya berhenti untuk bernafas. Jika berhentinya tanpa disertai nafas, maka dinamakan ‘saktah’.[7]
Mengetahui waqof dan ibtida’ merupakan hal yang penting, menurut Dr. H. Ahmad Fathoni, Lc., MA. waqof dan ibtida’ telah menjadi agenda pembicaraan para ulama dari dahulu hingga saat ini, sebab akan berimplikasi terhadap penafsiran al Qur’an. Dengan memperhatikan waqof dan ibtida’ di dalam membaca al Qur’an akan kelihatan ketepatan makna ayat-ayat al Qur’an. Oleh karenanya, tanda waqof adalah laksana ‘kompas’ penentu arah keman harus dituju.
Dalam Study Ulumul Qur’an juga dipaparkan sedikit mengenai urgensi pengetahuan waqof dan ibtida’ dalam cara menyempurnakan bacaan al Qur’an demi menjaga kebenaran arti ayat-ayat, supaya terjaga dari interpolasi (percampuran) dan kesalahan.
Singkat pemakalah, waqof adalah tempat pemberhentian bacaan, dan ibtida’ merupakan tempat dimana pembaca memulai bacaannya kembali.
Tentang pembagian waqof, terdapat perbedaan ulama, dalam Hidayatul Mustafid waqof dibagi menjadi empat (4), menurut Tuhfatul Athfal ada tiga (3), menurut HM. Sholahuddin Hamid, MA. dalam bukunya Study Ulumul Qur’an waqof dibagi menjadi empat (4), dan menurut Dr. H. Ahmad Fathoni, Lc., MA. dalam bukunya Metode Maisura waqof dibagi juga menjadi lima (5).
Secara umum waqof ditinjau dari tingkatan-tingkatannya dapat dibagi sebagai berikut:
1.       Waqof Tam, yakni waqof yang sempurna, secara istilah adalah waqof pada akhir kalam atau pembicaraan yang sudah sempurna dan tidak terkait dengan redaksi pembicaraan sesudahnya, baik dari segi lafadz maupun maknanya. Oleh sebab itu untuk jenis tingkatan ini bagus diwaqofkan (baik untuk berhenti) dan ibtida’ pada ayat selanjutnya (tanpa mengulang dari bacaan sebelumnya).
2.       Waqof Kafi, menurut bahasa yakni waqof yang cukup. Sedang menurut istilah adalah waqof pada akhir kalam atau pembicaraan yang sudah sempurna, akan tetapi masih ada kaitan makna (satu pembicaraan) dengan redaksi pembicaraan sesudahnya. Oleh sebab itu untuk jenis waqof ini bagus untuk waqof, sedangkan memulainya lagi cukup pada bacaan atau ayat sesudahnya (tanpa mengulang dari sebelumnya).[8]
3.       Waqof Hasan, waqof yang baik, secara istilah ialah waqof pada akhir kalam atau pembicaraan yang sudah sempurna, akan tetapi masih ada kaitan dengan redaksi pembicaraan sesudahnya, baik dari segi lafadz maupun maknanya. Artinya lafadz sesudahnya mungkin masih menjadi sifat atau badal atau mauthuf (dalam ilmu nahwu) atau semacamnya. Oleh karena itu, untuk jenis tingkatan waqof ini hakikatnyasudah boleh diwaqofkan, sebab makna redaksinya sudah bisa dipahami. Maka apabila waqof dipertengahan ayat, untuk memulainya lagi harus dari sebelumnya, dengan arti  dari lafadz mana saja sepanjang memenuhi syarat untuk ibtida’ agar tidak terjadi cacat makna.
4.       Waqof Qobih, yakni waqof yang jelek. Sedang menurut istilah ilmu tajwid, waqof atau berhenti pada akhir kalam atau pembicaraan yang belum sempurna dan belum dapat dipahami. Oleh karena itu, untuk jenis tingkatan ini tidak boleh diwaqofkan, kecuali dalam keadaan darurat, misalnya kehabisan nafas atau ada kejadian mendadak yang mengharuskan untuk waqof. Maka bila terpaksa waqof, haruslah ibtida’ dari sebelumnya atau sebelumnya lagi dari lafadz mana saja yang memenuhi syarat untuk ibtida’ agar tidak terjadi cacat makna. Missal waqof pada lafadz yang berposisi sebagai fi’il (kata kerja) tidak dengan fa’il (subyek)nya. Atau berhenti pada lafadz dengan posisi mudlof tidak dengan mudlof ilaihnya.
5.       Aqbahul Waqfi, yakni waqof yang palinh jelek, waqof yang dapat mengakibatkan rusaknya makna dan maksud isi kandungan al Qur’an. Apabila pembaca mengetahui maknanya dan sengaja waqof, masyhuril ulama mengharamkan hukumnya, bahkan jika disertai dengan I’tiqod dalam hati tentu bias menjadikan kufur (na’udzubillah min dzaalik).
Contoh aqbahul waqfi salah satunya jika membaca ayat وما من اله الا الله, dan pembaca membaca وما من اله.
Adapun hal ihwal waqof yang terbahas pada literature utama adalah empat (4) macam waqof sebagai berikut:
1.       Waqof Ikhtibary, yaitu berhenti membaca untuk mengambil nafas, namun maksud dan tujuannya adalah untuk melatih atau menguji seorang murid bagaimana cara mewaqofkan jika sewaktu-waktu bermaksud berhenti mendadak.
2.       Waqof Intidzary, yaitu berhenti membaca untuk jam’ul qira’at atau mengumpulkan macam-macam wajah qira’at karena ragamnya riwayat. Ini hanya berlaku untuk pembaca al Qur’an yang belajar Qira’at Sab’ atau Qira’at ‘Asyr.
3.       Waqof Idltitary, yaitu berhenti membaca karena terpaksa, mislanya kehabisan nafas, lupa atau tidak mampu meneruskan bacaan dan yang semisalnya.
4.       Waqof Ikhtiyary, yaitu berhenti membaca untuk mengambil nafas yang memang disengaja, tidak ada sebab-sebab seperti keadaan yang terjadi pada tiga (3) macam waqof di atas. Dan waqof inilah yang terbagi lagi menjadi lima (lima) yang sudah disebutkan di atas.[9]

Rumus-rumus waqof dalam al Qur’an, sebagai berikut:
NO
RUMUS
MAKNA
MAKSUD
HUKUM
1
م
لازم
Tetap
Lebih utama waqof
2
ط
مطلق
Tanpa ada qoyyid
Lebih utama waqof
3
ج
جائز
Boleh
Lebig baik waqof
4
قف
امر لفظ وقف
Waqoflah
Lebih utama waqof
5
قلى
الوقف اولى
Waqof lebih utama
Lebih utama waqof
6
ز
مجوز
Dibolehkan
Lebih utama washol
7
ص
مرخص
Dimurahkan
Lebih utama washol
8
صلى
الوصل اولى
Washol lebih utama
Lebih utama washol
9
ق
قيل وقف
Pendapat: diwaqofkan
Lebih baik washol
10
لا
لا تقف
Jangan waqof
Lebih utama washol
11

معافقة
Rangkulan
Boleh waqof pada salah satunya dan tidak boleh waqof pada keduanya
Sekedar catatan, bahwa tidak ditemukan dalam al Qur’an waqof yang hukumnya wajib, dengan maksud akan berdosa jika tidak mengamalkannya. Pula tidak ditemukan waqof yang hukumnya haram, dengan maksud akan berdosa jika ada pembaca yang melakukannya. Kecuali dengan sebab-sebab tertentu yang bisa menarik menjadi haram, seperti sengaja waqof (berhenti) pada lafadz ومامن اله dan pada lafadz انى كفرت tanpa sebab darurat. Namun, walau tidak ada maksud atau kesengajaan dalam waqof pada lafadz tersebut di atas, sebaiknya jangan dilakukan, karena dapat menimbulkan kesalahpahaman.[11]


BAB III PENUTUP 
A.     Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah disebutkan dapat disimpulkan bahwa qolqolah dalam ilmu tajwid adalah huruf ق ط ب ج د yang dalam membacanya harus disertai dengan bendalan-bendalan.
Cara membacanya harus disertai dengan tekanan, sehingga menimbulkan getaran.
Waqof adalah tempat pemberhentian bacaan, dan ibtida’ merupakan tempat dimana pembaca memulai bacaannya kembali.
B.     Saran
Demikianlah tugas penyusunan karya tulis ini kami persembahkan. Harapan kami dengan adanya tulisan ini bisa menjadikan kita untuk lebih menyadari bahwa agama islam memiliki khazanah keilmuan yang sangat dalam untuk mengembangkan potensi yang ada di alam ini dan merupakan langkah awal untuk membuka cakrawala keilmuan kita, agar kita menjadi seorang muslim yang bijak sekaligus intelek. Serta dengan harapan dapat bermanfaat dan bisa difahami oleh para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari para pembaca, khususnya dari dewan guru yang telah membimbing kami. Apabila ada kekurangan dalam penyusunan karya tulis ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.








DAFTAR PUSTAKA
1.       Muthohir Ahmad bin Abdur Rahman al Muroqy, Tuhfatul Athfal, thoha Putra, Semarang 1381 H
2.       Drs. HM. Sholahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Intimedia Cipta Nusantara, Jakarta 2002
3.       Ustadz Ahamad Sunarto, Terjemah Hidayatul Mustafid, Pustaka al Alawiyyah, Semarang 1412 H
4.       KH. Ulin Nuha Arwani, Yanbu’a, Pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an, Kudus 2004
5.       Muhammad Mundzir Nadzir, Tembang Rojaz Tanwirul Qori’, Surabaya
6.       Dr. H. Ahmad Fathoni, Lc., MA., Petunjuk Praktis Tahsin Tartil al Qur’an; Metode Maisura, Institut PTIQ, Jakarta 2012
7.       Www.google.com, Pengertian Qolqolah, Kamis 17 Mei 2013 Pukul 19.30 WIB








[1] Dr. H. Ahmad Fathoni, Lc., MA., Petunjuk Praktis Tahsin Tartil al Qur’an; Metode Maisura, Institut PTIQ, Jakarta, hal

[2] Www.google.com, Pengertian Qolqolah, Kamis 17 Mei 2013 Pukul 19.30 WIB
[3] Muhammad Mundzir Nadzir, Tembang Rojaz Tanwirul Qori’, Surabaya, hal 15
[4] KH. Ulin Nuha, Yanbu’a, Pesantren Tahfidz Yanbu’ul Qur’an, Kudus, hal
[5] Www.google.com, Pengertian Qolqolah, Kamis 17 Mei 2013 Pukul 19.30 WIB
[6] Dr. H. Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil al Qur’an; Metode Maisura, Institut PTIQ, Jakarta, hal
[7] Drs. HM. Sholahuddin Hamid, Study Ulumul Qur’an, Intimedia Cipta Nusantara, Jakarta, hal 272
[8] Ustadz Ahmad Sunarto, Terjemah Hidayatul Mustafid, Pustaka al Alawiyyah, Semarang, hal 110- 116
[9] Dr. H. Ahmad Fathoni, Petunjuk Praktis Tahsin Tartil al Qur’an; Metode Maisura, Institut PTIQ, Jakarta, hal
[10] Ahmad Muthohir bin Abdur Rohman al Muroqy, Tuhfatul Athfal, Thoha Putra, Semarang hal 30
[11] Ibid, hal 32